Mempertahankan Tradisi Berkirim Makanan Rantang

 


ASAP dapur ukuran 3x4 meter persegi tampak mengepul. Aroma harum masakan khas Ramadan pun menusuk hidung orang yang sedang menahan dahaga. Di dapur itu terlihat dua perempuan bersaudara tengah sibuk menyiapkan masakan. 

Usai masakannya matang, makanan tersebut ditaruh ke panci bersusun dan bertutup dengan dilengkapi tangkai yang berfungsi sebagai pengait dan pegangan. Panci paling bawah berisi nasi, panci diatasnya berisi sayuran beningan, panci ketiga berisi sayuran tempe kering kecambah hijau, sedangkan panci paling atas berisi telur dan ayam kampung goreng.

Makanan yang sudah tertata rapi di dalam rantang itu langsung dikirimkan kepada orang tua atau saudara-saudaranya yang usianya lebih tua. Biasanya, pengiriman makanan rantang ini diutamakan untuk saudara yang paling jauh.  

"Ini sudah menjadi tradisi kami. Di desa kami masih menjaga tradisi ini," kata Sri Wilujeng (49), warga Desa Cilongok, Kecamatan Cilongok, Banyumas.

Bagi sebagian warga di daerah pinggiran, berkirim makanan rantang memberikan pesan moral yang baik kepada masyarakat tentang tata cara perilaku manusia bermasyarakat. Pesan moral yang disampaikan adalah bahwa setiap anak harus berbakti kepada orang tua dan atau saudara yang lebih tua. 

"Kami menunjukkan cara berbakti kepada orang tua dengan mengirim makanan," kata ibu dua anak itu.

Menjalin Tali Silaturahmi

Selain berbakti kepada orang tua, pesan moral lain yang bisa diambil mereka adalah menjalin tali silaturahmi dengan keluarga besar maupun lingkungan sekitar tetap terjaga. Apalagi silaturahmi merupakan ibadah yang sangat agung, mudah dan membawa berkah. Dan bagi warga pedesaan, rasa saling peduli dan menyayangi sudah menjadi darah daging. Masyarakat pedesaan hidupo dengan adanya silaturahmi yang tercipta.

"Anak-anak kami jadi tahu kalau kami memiliki saudara di tempat lain. Sehingga, bila bertemu di jalan atau di suatu tempat mereka bisa saling bertegur sapa," kata warga di Dusun Petir, Desa Cilongok, Siwen (37).

Bagi saudara yang menerima kiriman makanan, hal ini merupakan bentuk sebuah rasa penghormatan kepada mereka. Bahkan, makanan yang diberikan harus dimakan sampai habis jangan sampai dibuang. "Ini juga untuk menghormati kepada yang memberi makanan," kata Sri. 

Sementara itu, dalam tradisi ini berkirim makanan rantang untuk sanak saudara biasanya dilakukan pada hitungan ganjil di sepuluh hari terakhir Ramadan, seperti pada puasa hitungan ke 21, 23,25,27 dan 29. Hitungan tersebut menurut keyakinan mereka bertepatan dengan lailatul qadar. 

"Manfaat lain, bila sudah masuk Lebaran kami tidak repot-repot membawa makanan. Tapi hanya berkunjung ke rumah saudara untuk bersilaturahmi," papar Sri.

Tradisi berkirim makanan rantang ini sudah dilakukan secara turun temurun. Tidak tahu secara pasti kapan tepatnya masyarakat mulai melakukannya. Bagi sebagian warga desa, tradisi ini memiliki banyak manfaatnya sehingga mereka masih mempertahankannya.

Namun, warga yang mempertahankan ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan warga yang telah melupakan tradisi orang Jawa. Hal ini dipengaruhi dengan masuknya modernisasi yang telah merubah perilaku masyarakat di lingkungan sekitar.

"Sekarang sudah jarang yang mempertahankan tradisi ini. Padahal, tradisi ini memiliki nilai sosial yang tinggi bagi masyarakat," kata tokoh masyarakat setempat, Naris Hadi S. (*)   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biaya Hidup di Purwokerto Makin Tinggi (2)

Kemudahan Akses Informasi Mendorong Ekonomi Nasional

Galeri Kemeriahan Memperingati HUT RI ke - 70