Edukasi Untuk Mengubah Perilaku Masyarakat

TAK sedikit pemberitaan di sejumlah media nasional maupun lokal menulis tentang peristiwa kebakaran, entah itu kebakaran pasar tradisional, rumah maupun perkantoran.
Dalam pemberitaan itu tak sedikit pula yang menyimpulkan dugaan kebakaran diakibatkan dari hubungan pendek atau korsleting. Seperti pada contoh kasus kebakaran Pasar Proyek Senen Jakarta yang diberitakan media online republika.co.id pada Sabtu, 26 April 2014, Suku Dinas Pemadam Kebakaran Jakarta Pusat mengatakan dugaan awal penyebab kebakaran yang terjadi di Pasar Senen akibat arus pendek listrik pada Jumat dini hari.
Kebakaran hebat di pasar yang telah berdiri sejak 1974 tersebut diperkirakan telah menghabiskan 1.000 unit kios dari jumlah kurang lebih 3.000 kios pedagang di Pasar Senen.
Peristiwa lain yang masih hangat adalah kasus terbakarnya yang melanda Kantor Redaksi Harian Umum Pikiran Rakyat di Jalan Soekarno Hatta 147 Bandung.
Dari penuturan beberapa warga yang menjadi saksi mata atas terjadinya kebakaran di Kantor Redaksi Pikiran Rakyat, mulanya mereka melihat kepulan asap dari sekitar area tengah redaksi. Namun, akibat hembusan angin yang cukup kencang, menyebabkan api dengan mudah membesar dan menghanguskan aset-aset redaksi.
Kepala Dinas Kebakaran Kota Bandung Tubagus Ferdi Ligaswara saat ditemui di lokasi kejadian mengungkapkan, kuat dugaan api berasal dari hubungan pendek arus listrik di salah satu ruangan. Akan tetapi, untuk mengetahui penyebab pasti kebarakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan kepolisian. "Dugaan sementara karena adanya korsleting listrik," tutur Ferdi seperti yang dikutip di laman pikiran-rakyat.com (Sabtu, 04/10/2014).
Untuk mengetahui penyebab kebakaran yang diduga dari listrik dapat diketahui melalui beberapa hal. Berdasarkan analisa dan laman ilmulistrik.com terdapat beberapa penyebab kebakaran karena listrik yang sering terjadi di Indonesia antara lain:

1. Human Error
Human Eror terjadi karena awamnya masyarakat terhadap listrik yang sering kali bertindak sembrono atau teledor dalam menggunakan listrik atau tidak mengikuti prosedur dan metode penggunaan listrik secara benar menurut aturan
PLN, sehingga terjadilah kebakaran itu yang tidak sedikit ke

rugiannya.

2. Hubung Singkat
Korseleting listrik (hubung singkat) terjadi karena adanya hubungan kawat positip dan kawat negatip yang beraliran listrik. Hal ini karena isolasi kabel rusak yang disebabkan gigitan binatang, sudah tua, mutu kabel jelek dan penampang kabel terlalu kecil yang tidak sesuai dengan beban listrik yang mengalirinya. Kemudian di sekitar terjadinya percikan api isolasi kabel sudah mencapai titik bakar. Suhu isolasi kabel dapat mencapai titik bakar karena arus listrik yang lewat kabel jauh lebih besar dari kemampuan kabelnya. Misalnya kabel untuk ukuran 12 ampere dialiri arus listrik 16 ampere, karena kabel tersebut dipakai untuk menyambung banyak peralatan listrik akibatnya isolasi kabel menjadi panas.

3. Kabel
Sistem kabel konvesional di mana kabel tertanam dalam infrastruktur memang sulit untuk mengikuti perubahan karena infrastrukturnya yang tidak mudah dirobah. Sementara itu dewasa ini penggunaan peralatan elektronis dan elektris diperkantoran semakin banyak berarti penggunaan kabelnya semakin banyak pula, seperti untuk komunikasi suara, data dan untuk catu daya. Dengan demikian kabel-kabel itu berseliweran karena tata kabel belum diatur dengan baik.

Hal ini jika salah satu kabel mengeluarkan api maka kabel yang lain mudah terbakar akibatnya akan fatal. Api yang keluar dari kabel itu berasal dari panas yang terlalu lama terjadi yang berasal dari kerugian I R dalam penghantar, rugi dalam sarung dan rugi dalam penghantar. Sementara itu rugi dielektris hanya terjadi pada kabel yang bertegangan di atas 132 kV.

4. Instalatir
Biro instalatir adalah suatu badan yang terdaftar dan mendapat izin kerja dari PT
PLN untuk merencanakan dan mengerjakan pembangunan atau pemasangan peralatan ketenagalistrikan. Jadi semua pekerjaan instalasi ketenagalistrikan baik untuk penyediaan maupun untuk pemanfaatan tenaga listrik harus dilakukan oleh biro instalatir.

Sementara itu ruang linkup kerja biro instalatir meliputi pemasangan instalasi tenaga, penerangan listrik, pemasangan jaringan, membangun gardu trafo, membangun gardu induk dan memasang mesin-mesin listrik untuk pembangkit.
Untuk itulah biro itu dibagi menjadi empat kelas yaitu dari klas A s/d klas D. Biro ini disahkan melalui mekanisme ujian yang ketat dan bagi mereka yang lulus akan diberi surat pengesahan instalatir (SPI) dan diberi kerja setiap tahun dengan surat izin kerja (SIKA) berdasarkan evaluasi unjuk kerjanya.

Menjadi Perhatian Bersama 

           Berkaca dua kasus di atas, serta beberapa analisa penyebab  kebakaran karena listrik, sejatinya hal ini menjadi perhatian bersama baik PLN sebagai penyedia energi listrik maupun masyarakat secara umum yang memanfaatkan atau pengguna energi listrik.
Ide kecil yang ingin Saya sampaikan, barangkali dapat menjadi pertimbangan atau masukan buat PLN serta menjadi pemantik diskusi bagi para pembaca blog untuk menggalakkan edukasi kepada masyarakat tentang menggunakan listrik dengan benar, karena masyarakat terkadang kerap abai dengan saluran listrik.
Hal ini kerap kita lihat di beberapa fasilitas umum, seperti pasar tradisional. Di tempat aktivitas niaga itu kerap terlihat kesemrawutan pemasangan kabel karena sudah lama tidak dicek. Masyarakat juga tidak mengetahui usia ekonomis kabel yang digunakan, sehingga jarang sekali mengganti kabel dalam kurun waktu yang ditentukan sesuai usia ekonomis produk.
Pemahaman ini sangat diperlukan bagi masyarakat bagaimana cara menggunakan kabel yang sesuai standar maupun cara pemasangannya dari para tukang pemasang kabel.
Selain itu, diharapkan PLN dapat menanamkan rasa memiliki energi listrik kepada masyarakat umum. Maksudnya, banyak sekali hal selepe yang kerap kita lihat, seperti pohon yang berada di depan rumah menempel pada kabel jaringan listrik. Padahal, pohon tersebut dapat menganggu hingga berakibat pada kerusakan jaringan, tetapi terkadang ganguan tersebut terkesan dibiarkan oleh sebagian masyarakat.
Namun, apabila masyarakat merasa memiliki mereka dipastikan ikut memeliharanya, salah satunya dengan menebang ranting pohon agar tidak menganggu jaringan listrik. Ini juga untuk meminimalisasi keluhan pelanggan. Sebab, setahu Saya ketika terjadi gangguan, PLN yang selalu disalahkan dan menjadi sarang pelampiasan emosi para pengguna energi listrik.
Kedua sosialisasi hemat listrik harus terus dilakukan secara kontinue, meski sebenarnya cara ini sudah sering dilakukan PLN. Namun, hal ini perlu ada evaluasi hasil sosialisasi untuk menggambarkan hasil pelaksanaan sosialisasi.
Ketiga, mensupport potensi sumber daya alam yang ada di masing-masing daerah pinggiran. Karena tidak sedikit wilayah pinggiran yang belum terjangkau jaringan listrik. Mereka kerap memanfaatkan air sungai sebagai sumber energi listrik, seperti di Dusun Kali Pondok, Desa Karangtengah, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah.
Sebelumnya desa itu membuat kincir air sederhana, kemudian seiring waktu mendapat bantuan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) dari bantuan Kodim 0701 Banyumas, PLA APJ Purwokerto dan PT Indonesia Power Banjarnegara. Kini di dusun itu telah tercukupi kebutuhan listriknya, hingga dapat memberdayakan ekonomi warga setempat.
Selain potensi di Dusun Kali Pondok, sebenarnya di Banyumas juga masih banyak potensi sumber daya alam lain yang dapat dimanfaatkan untuk sumber energi listrik, seperti potensi hulu Sungai Logawa di wilayah perbatasan Kecamatan Kedungbanteng dan Karanglewas, Banyumas yang mampu mengasilkan aliran listrik 3 sampai 5 megawatt. Kapasitas energi listrik dari Sungai Logawa itu dinilai mampu mengaliri listrik hingga ribuan rumah dengan taksiran satu rumah memanfaatkan listrik 450-900 watt.
Potensi ini tentu hanya salah satu contoh kecil dari wilayah Kabupaten Banyumas. Padahal, di seluruh wilayah pinggiran di Indonesia tidak menutup kemungkinan memiliki potensi serupa yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik. Dengan pemanfaatan sumber daya alam, serta dukungan dari berbagai pihak tentu dapat memperluas pemanfaatan energi listrik bagi masyarakat Indonesia.
Meskipun tidak terpengaruh dengan pemadaman listrik yang kerap dilakukan PLN, masyarakat yang menggunakan PLTMH tetap harus memahami cara pemakaian listrik yang sesuai kebutuhan, serta menggunakan kabel listrik yang standar untuk menghindari kebakaran yang disebakan akibat human error.
Adapun salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menekan terjadinya kebakaran itu adalah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat pengguna listrik untuk keperluan sehari-hari. Seperti dalam membagi-bagi arus dengan menggunakan stop kontak bukannya dilakukan dengan semaunya tapi harus dilakukan sesuai peraturan supaya tidak menimbulkan kebakaran. Artinya jika jumlah steker yang dipasang pada suatu stop kontak melebihi batas maka akan menyebabkan kabel pada stop kontak itu menjadi panas.
Jika panas itu terjadi dalam waktu yang relatif lama maka hal ini akan menyebabkan melelehnya terminal utama dan akhirnya secara pelan-pelan terjadilah hubung singkat. Kemudian dari panas itu munculah api yang akan merambat di sepanjang kabel dan jika isolator tidak mampu menahan panas maka akan terjadilah kebakaran. Untuk itu gunakanlah stop kontak sebagaimana mestinya.
Dalam hal ini ada dua stop kontak; pertama stop kontak 200 Watt hanya digunakan untuk peralatan di bawah 500 – 1000 VA; ke dua jenis stop kontak tenaga yang digunakan untuk peralatan di atas 1000 VA.
Ide kecil untuk PLN ini yang mengambil contoh kasus di media online republika.co.id dan pikiran-rakyat.com serta referensi dari ilmulistrik.com diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi PLN serta semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi masyarakat umum agar kita tidak teledor dan selalu hemat menggunakan listrik. Terima kasih. 



Sumber  :

Foto : dokumen pribadi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biaya Hidup di Purwokerto Makin Tinggi (2)

Kemudahan Akses Informasi Mendorong Ekonomi Nasional

Galeri Kemeriahan Memperingati HUT RI ke - 70