Dibutuhkan Sinergi Memajukan Budidaya Perikanan

petani ikan Banyumas menebar pakan/puji purwanto
INDONESIA merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Hampir di setiap daerah yang ada di nusantara ini memiliki potensi di sektor kelautan dan perikanan. 

Sejalan dengan potensi ini, tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas hasil perikanan cenderung meningkat. Produksi ikan budidaya nasional untuk komoditas ikan air tawar seperti lele, gurami, nila, patin dan ikan bandeng selama tahun 2013 sebesar 3.470.000 ton. Jumlah ini meningkat dari tahun 2012 sekitar 2.791.000 ton.

Jumlah ini tentu tidak sedikit, apalagi hampir di setiap daerah yang ada di kabupaten juga terus berupaya mengoptimalkan produktivitas hasil komoditas perikanan, tak terkecuali di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Data di Badan Pusat Statistik Banyumas, mencatat realisasi produksi ikan air tawar menurut kecamatan di Kabupaten Banyumas pada 2013, untuk ikan tawes sebesar 1.327.781 ekor, menyusul gurami 3.559.011 ekor, kalper 533.836 ekor, melem 751.605 ekor, bawal 78.870 ekor, nila 564.888 ekor, mujahir 70.393 ekor, lele 798.235 ekor dan patin 24.403 ekor.

Jumlah rumah tangga yang melakukan usaha budidaya ikan air tawar, seperti ikan 12.035 rumah tangga, gurami 8.712 rumah tangga, patin 449 rumah tangga, nila 259 rumah tangga, ikan mas 75 rumah tangga dan ikan bandeng 12 rumah tangga.

Komoditas ikan lele, merupakan komoditas unggulan Kabupaten Banyumas. Kecamatan Cilongok tercatat sebagai wilayah paling banyak yang melakukan budidaya lele, yaitu 2.081 rumah tangga, sedangkan gurami paling banyak dibudidaya di wilayah Kecamatan Kedungbanteng sebanyak 1.457 rumah tangga.

Meskipun tergolong tinggi, tak lantas pemerintah daerah berpangku tangan. Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Banyumas terus meningkatkan produksinya dengan menargetkan produksi ikan gurami konsumsi pada tahun ini mencapai 3.500 ton atau meningkat 20 persen dari pencapaian tahun lalu.

Gurami menjadi salah satu perhatian pemerintah daerah karena merupakan komoditas hasil perikanan itu merupakan komoditas air tawar unggulan Banyumas. 

"Hampir semua wilayah kecamatan di Banyumas yang jumlahnya 27 kecamatan memproduksi ikan gurami, tapi daerah kantong peoduksi gurami terbesar diantaranya, Kecamatan Kembaran, Sokaraja dan Kemranjen, sedangkan pembibitan gurami antara lain Desa Beji Kecamatan Kedungbanteng dan Desa Purwosari Kecamatan baturraden," kata Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Banyumas, Sugiyatno.

Produksi gurami Banyumas diklaim menjadi komoditas terbesar di Jawa Tengah. Gurami baik bibit maupun konsumsi dijual untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik. 

Bahkan kondisi ini telah memantik minat investor untuk menanamkan modalnya di sektor budidaya ikan air tawar. Rencananya budidaya ikan air tawar ini melibatkan kelompok tani.


budidaya ikan sidat Banyumas
Potensi Air Banyumas

Tak hanya itu, potensi air di Banyumas yang melimpah juga memantik Bank Indonesia Purwokerto yang bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mengembangkan budidaya ikan sidat dengan melakukan percontohan budidaya ikan sidat di Desa Beji Kecamatan Kedungbanteng yang dimulai April 2015. 

Pengembangan ikan sidat tentu memiliki peluang dan tantangan. Peluang yang dapat ditangkap karena dalam beberapa tahun terakhir produksi ikan sidat di beberapa negara produsen seperti Jepang dan Eropa produksinya terus merosot. Penurunan ini disebabkan antara lain karena konsumsi berlebih, sementara benih yang dikembangkan masih mengandalkan hasil tangkapan alam yang sangat terpengaruh oleh perubahan iklim global. 

Sampai saat ini, teknologi budidaya belum berhasil memijahkan ikan sidat di kolam-kolam budidaya. Hal tersebut membuat dunia mulai mengalihkan buruannya ke sidat asal daerah tropik, salah satunya adalah Indonesia.

Sementara itu, Indonesia memiliki potensi dan keragaman jenis ikan sidat yang tinggi. Dari 18 spesies sidat di dunia, 12 spesies diantaranya terdapat didaerah perairan Indonesia seperti pantai barat Sumatera, selatan Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.

Jepang membutuhkan ikan sidat sebanyak 100.000 ton per tahun. Yang bisa diproduksi dalam negeri-nya sendiri hanya sekitar 20.000 ton. Dari kebutuhannya yang 100 ribu ton per tahun, 60 ribu ton diimpor dari Cina. Mereka berharap bisa secepatnya mengimpor ikan sidat dari Indonesia. 

Banyak pengusaha Jepang mencari-cari mitra yang bisa menjadi produsen sidat. Salah satu yang menjadi incaran mereka adalah mitra dari Indonesia. Permintaan ekspor sidat dari sejumlah negara ke Indonesia cukup banyak, namun pembudidaya dan pengusaha Indonesia belum bisa memanfaatkan peluang ini.

Namun, tantangan yang dihadapi untuk membudidaya sidat tidaklah ringan. Diantaranya, pakan sidat masih sulit didapat dikarenakan belum ada pabrik dalam negri yang memproduksi, sehingga masih mengandalkan pakan impor yang harganya cukup mahal (Rp 23.000/kg), hal tersebut menyebabkan biaya produksi cukup tinggi.

Kedua teknologi budidaya yang tepat masih harus dikembangkan terus menerus, masih ditemui kendala, yaitu lemahnya adaptasi pakan pabrikan pada sidat dari tangkapan alam.

Dari urian di atas, tentu banyak hal yang perlu disiapkan dalam memajukan budidaya perikanan nasional maupun daerah, menyusul potensi sektor ini sangat besar.

Tak heran dibutuhkan sinergi berbagai pihak, seperti pemerintah daerah, kelompok tani ikan air tawar, serta peran swasta baik untuk pemenuhan kebutuhan pakan maupun pembinaan untuk mendukung budidaya perikanan nasional.

Menangkap Peluang Pakan

Sejalan dengan potensi ini PT. Central Proteinaprima, Tbk. (CP Prima) dapat menangkap peluang melalui kebutuhan pakan ikan. Apalagi perusahaan itu merupakan perusahaan yang mempunyai pengalaman lebih dari 30 tahun dalam bidang budidaya perikanan. CP Prima memproduksi pakan budidaya perikanan, benur, dan produk udang serta probiotik.

mengutip http://www.cpp.co.id, CP Prima memproduksi pakan ikan terapung dan pakan ikan tenggelam yang digunakan untuk ikan-ikan niaga (seperti lele, ikan bandeng, ikan carp biasa dan ikan nila) juga ikan-ikan hias (seperti ikan mas dan ikan carp koi).

Terdapat dua pabrik pakan ikan yang dioperasikan di Sepanjang (Jawa Timur), Cikampek (Jawa Barat), dan Medan (Sumatera Utara). Fasilitas-fasilitas ini memproduksi pakan ikan tenggelam dan pakan ikan terapung, juga pakan hewan piaraan. Kapasitas produksi yang digabungkan secara total kira-kira 366,540 MT pakan per tahun.

Hiprovite 781 adalah merk Perseroan untuk pakan khusus ikan lele yang telah diakui kualitasnya di pasaran. Common Carp Floating Feed 779 adalah produk paling mahal dan mempunyai kandungan protein paling tingi diantara pakan-pakan ikan terapung.

Dengan menyinergikan antara pembinaan kelompok tani dalam budidaya ikan, serta asupan pakan yang sesuai dengan kebutuhan ikan tersebut diharapkan dapat memajukan perikanan budidaya Indonesia. (*) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biaya Hidup di Purwokerto Makin Tinggi (2)

Kemudahan Akses Informasi Mendorong Ekonomi Nasional

Galeri Kemeriahan Memperingati HUT RI ke - 70