Biaya Hidup di Purwokerto Makin Tinggi (3-Habis)

- Masyarakat Banyumas Cenderung Berperilaku Konsumtif

PERUBAHAN biaya hidup di Kota Purwokerto selama lima tahun terakhir tercatat dari tahun 2007 hingga 2012 menduduki peringkat paling tinggi, yakni mencapai 96,35 persen. 

Hotel Purwokerto
Namun demikian, biaya hidup (nilai konsumsi rumah tangga) di 82 kota hasil survei biaya hidup 2012, Purwokerto menduduki peringkat 58. Sedangkan pertingkat pertama diduduki Jakarta dengan nilai biaya hidup Rp 7.500.726 dan rata-rata anggota rumah tangga 4,1 orang.

Dosen Perencanaan Pembangunan dan Managerial Economic Fakultas Ekonomi Unsoed Purwokerto, Sri Nugroho Purbo Rahayu SE, MA mengatakan tingginya perubahan angka biaya hidup di Kota Purwokerto karena kecenderungan masyarakatnya kini lebih besar mengeluarkan biaya untuk kebutuhan nonmakanan dibanding biaya untuk konsumsi  makanan.

"Pengeluaran mereka biasanya lebih banyak untuk membeli kendaraan, properti, alat telekomunikasi serta peralatan rumah tangga lainnya. Bahkan, sekarang untuk memenuhi perabot rumah tangga, sebagian masyarakat memiliki lebih dari dua unit," ujarnya.

Naiknya pengeluaran per rumah tangga dinilai merupakan ciri-ciri Kota Purwokerto menuju kota besar karena masyarakatnya menjadi konsumtif. Permintaannya cepat berkembang dibanding dengan penawaran. Perubahan perilaku ini mempengaruhi biaya hidup.

"Purwokerto mengalami pertumbuhan sangat pesat, bahkan pertumbuhannya lebih cepat dibanding dengan kota tetangga," ujar dia.

Namun demikian, apakah pertumbuhan Kota Purwokerto ini bisa diikuti oleh masyarakat kalangan kelas ke bawah hingga mengancam bertambahnya angka kemiskinan?, Nugroho menjelaskan dalam jangka pendek memang akan bertambah angka kemiskinan. Tetapi, jangka panjang, pertumbuhan ini justru akan menciptakan peluang usaha baru yang dapat menampung masyarakat untuk mendapat pekerjaan.

Dia juga berpendapat meski UMK Banyumas 2014 tercatat sebesar Rp 1000.000, namun hal itu tidak begitu mempengaruhi warga perkotaan. Sebab, warga perkotaan memiliki profesi dan pekerjaan beragam, misalnya pegawai negeri sipil, karyawan swasta, maupun jenis pekerjaan lain. Pendapatan mereka biasanya melebihi UMK yang ditetapkan.

Bangunan usaha kawasan kampus Unsoed 
"Jadi UMK ini tidak seluruhnya dapat berpengaruh pada masyarakat perkotaan karena mereka memiliki mata pencaharian bermacam-macam. Pendapatannya pun rata-rata di atas UMK," ujarnya.

Lebih lanjut Nugroho mengemukakan fenomena ini menunjukkan Kota Purwokerto menyongsong menjadi kota besar. Oleh karenanya, pertumbuhan kota ini sudah barang tentu harus diimbangi dengan penyediaan infrastruktur yang memadai. 

Pemkab, kata dia perlu membangun jalan lingkar dan layang, pembangunan drainase, serta terpenuhinya kebutuhan listrik dan air. "Sepuluh tahun lagi Purwokerto dipastikan makin tumbuh pesat. Jadi, perlu ada pembenahan infrastruktur," terang Nugroho yang juga anggota Academy of International Business

Identitas Kota

Pengamat Sosilogi Perkotaan dari FISIP Unsoed, Sulyana Dadan MA menilai fenomena perubahan biaya hidup di Purwokerto disebabkan, kota ini makin berkembang ke arah identitas kota jasa dan perdagangan. 

Fasilitas pelayanan jasa seperti keuangan, perawatan tubuh, transportasi, perdagangan skala kecil sampai besar cukup tersedia. Kondisi ini, katanya memiliki efek domino terhadap berbagai sendi kehidupan masyarakat, termasuk gaya hidup masyarakatnya.

Bangunan ruko di kawasan kampus Unsoed
Maraknya produk-produk yang berlimpahan di pasaran dan iklan yang bersliweran setiap hari di media, kata dosen yang tengah menempuh program S3 di UGM ini, akhirnya menciptakan “kebutuhan-kebutuhan” baru dalam masyarakat dalam berbagai hal. 

"Ini sedikit demi sedikit merubah pola perilaku komsumsi dengan berlomba-lomba membeli ini-itu yang seolah-olah sudah dianggap sebagai kebutuhan pokok," katanya.

Kondisi tersebut, lanjut Dadan, membawa konskwensi sosiologis berupa perubahan karakter masyarakat secara perlahan-lahan. 

Orientasi terhadap kepemilikan benda bukan lagi atas dasar kebutuhan, namun atas prestise benda tersebut untuk menunjukan siapa dirinya dalam struktur masyarakat yang stratifikasinya semakin heterogen. 

"Jika dulu ada adagium yang disampaikan Rene Descartes bahwa saya berfikir, maka saya ada. Kini berubah saya mengkomsumsi sesuatu (produk tertentu), maka saya ada dan diakui masyarakat," katanya mengilustrasikan.

Dampak dari perubahan komsumsi dan gaya hidup dari masyarakat tersebut, lanjut dia akhirnya mendorong harga-harga kebutuhan makin meningkat. Di sisi lain, terjadi beban hidup yang tak seimbang dengan pendapatan dan kebutuhan riil keluarga atau seseorang.


Proporsi Biaya Hidup Menurut Kelompok Pengeluaran Rumah Tangga          


                             2002, 2007, dan 2012 (persen)
------------------------------------------------------------------------
Kelompok Pengeluaran Rumah Tangga  2002 2007 2012
------------------------------------------------------------------------
Total                      100,00  100,00  100,00
1. Bahan Makanan                 25,50   19,57    18,85
2. Makanan Jadi, Minuman
    Rokok, dan Tembakau         17,88         16,55   16,19
3. Perumahan, Air, Listrik
    Gas, dan Bahan Bakar       25,59  25,41    25,37
4. Sandang                          6,41    7,09     7,25
5. Kesehatan                          4,31    4,45     4,73
6. Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga  6,04    7,81     8,46
7. Transpor, Komunikasi
    dan Jasa Keuangan                14,27   19,12    19,15
-----------------------------------------------------------------------
Sumber : Badan Pusat Statistik 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biaya Hidup di Purwokerto Makin Tinggi (2)

Kemudahan Akses Informasi Mendorong Ekonomi Nasional

Galeri Kemeriahan Memperingati HUT RI ke - 70