Geliat Ekonomi Buruh Tani

 SEMILIR angin di areal persawahan Desa Sokaraja Wetan, Kecamatan Sokaraja, Banyumas terasa sejuk meski matahari dari ufuk timur sudah beranjak naik memancarkan sinarnya. 

Dua perempuan kakak beradik usia lanjut tampak menikmati suasana kesejukan dan kesegaran alam desa dengan duduk di pematang sawah sambil menginang atau makan suruh.

Kedua perempuan yang diketahui bernama Kartinem (62) dan Partinem (59) merupakan buruh tani yang sedang beristirahat setelah melakukan ani-ani di lahan sawah milik orang lain. Mereka tidak hanya berdua, melainkan memiliki rombongan yang sedang bekerja memanen padi.

"Kami sudah bekerja empat jam. Ini sedang beristirahat dulu. Maklum sudah tua jadi tenaganya tidak sekuat anak muda," tutur Kartinem.

Keduanya keletihan karena jarak dari rumah di Desa Kalicupak, Kecamatan patikraja ke sawah di Desa Sokaraja Wetan sekitar tiga kilometer. Keduanya berangkat pada pukul 06.00 dengan jalan kaki. "Kami bersama dengan buruh tani lain berangkat sendiri-sendiri dan bertemu di sawah," timpal Partinem.

Rombongan buruh tani yang melakukan panen padi berjumlah sekitar sepuluh orang. Dari sepuluh buruh tani itu paling banyak kaum hawa. Mereka bekerja secara borongan dengan upah 10 persen dari total padi yang dipanen, sedangkan untuk pemilik mesin perontok padi mendapat 3 persen.

Dari 10 persen penghasilan padi itu bila dibagi masing-masing buruh tani akan mendapat sekitar 10 – 15 kilogram gabah basah. Mereka juga bisa mendapat tambahan penghasilan dari hasil mengais sisa gabah setelah panen.

"Kalau ingin mendapat hasil banyak harus memungut gabah sisa panen," tuturnya.

Penghasilan mereka juga bisa diuangkan dengan dijual langsung kepada pemilik lahan sawah. Harga gabah sesuai dengan harga yang beredar di pasaran, yakni Rp 3500 per kilogram. Berarti bila dikalikan dengan 10 kilogram, dalam sehari buruh tani itu bisa mendapat upah Rp 35 ribu.

"Lumayan buat menambah masukan pendapatan keluarga," tukas Kartinem.

Rela Berkeliling

Pada musim panen padi di wilayah Banyumas seperti yang telah berlangsung selama dua bulan ini mereka bisa bekerja sampai satu minggu penuh. Kedua perempuan tua itu bersama buruh tani lainnya rela berkeliling dari satu desa ke desa lain yang sedang melakukan panen padi.

"Biasanya pemilik sawah datang langsung minta bantuan tenaga saya, tapi kadang-kadang saya berinisiatif sendiri minta pekerjaan kepada pemilik sawah yang akan panen padi," kata Kartinem menjelaskan.

Kendati saat ini buruh tani mudah mencari pekerjaan saat memasuki panen padi, namun banyaknya peminat membuat penghasilan mereka tidak optimal. "Sekarang yang ikut panen banyak. Namanya juga mencari upah sampingan, siapapun juga berminat," imbuh dia.

Pemilik lahan sawah yang sedang dipanen, Mujer (55) mengaku sekarang mencari buruh tani untuk memanen padi tidak sulit. Malah sebagian mereka aktif minta pekerjaan ketika hendak panen padi.

"Kalau musim panen banyak buruh tani berdatangan ikut memanen padi. Tapi sebaliknya kalau musim tanam kami malah kesulitan mencari buruh tani," katanya.

Musim panen padi dapat memberdayakan warga sekitar karena mereka bisa mendapat penghasilan sampingan dari memburuh padi. Ketika musim panen usai, sebagian buruh tani kembali menjalani rutinitas hariannya seperti sebagai pedagang sayuran di pasar, ibu rumah tangga maupun buruh serabutan.

"Saya tidak ada pekerjaan pasti sehingga kalau musim panen harus ikut memanen padi," terang partinem. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biaya Hidup di Purwokerto Makin Tinggi (2)

Kemudahan Akses Informasi Mendorong Ekonomi Nasional

Galeri Kemeriahan Memperingati HUT RI ke - 70